SERANGAN HAMA, MEMBUNUH HARAPAN DAN SEMANGAT PETANI KAKAO
Penulis : Dr. Arfan Ganti, SP., M.Sc
Salah satu kegiatan yang sangat populer di tingkat dosen, setiap tahunnya, ketika ikut mengambil bagian dalam berkompetisi secara nasional dalam mengusulkan proposal untuk memperoleh pendanaan kegiatan pengabdian dari DIKTI baik itu program mono maupun multi tahun. Sejak tahun 2013, bersama tim pengabdi Universitas Alkhairaat, kami telah melakukan pendampingan di masyarakat khususnya kelompok petani kakao melalui skema pendanaan yang disiapkan pihak DIKTI. Kegiatan ini, telah berlangsung dibeberapa tempat yang ada di wilayah Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Pemilihan komoditi kakao dan hama, merupakan dua kata yang sangat seksi untuk didiskusikan. Menurut kami, kakao merupakan komoditi unggulan, memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat menambah devisa. Kehadiran kakao di Indonesia sudah banyak membantu dan berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan merubah ekonomi masyarakat petani menjadi kehidupan yang layak, mandiri dan sejahtera. Harapan itu menjadi sirna, ketika si pembunuh semangat petani kakao mulai menyerang sejak tahun 1990 an. Keluhan umum dari petani kakao adalah adanya serangan hama penggerek buah kakao (Conophomorpha cramerella Snellen); penyakit busuk buah, kanker batang, VSD, yang menyebabkan produktivitas kakao sangat menurun.
Saat ini, Dipasaran, harga kakao boleh disebut terbilang sangat tinggi yaitu antara Rp. 27.000-Rp. 35.000 per kilogram. Harga ini tidak dapat dinikmati oleh sebagian besar petani kakao. Kondisi ini sangat memprihatinkan, tidak memberi efek positif terhadap tingkat kesejahteraan petani, dimana produktivitas kakao sangat rendah 350-450 kg/hektar. Kondisi demikian, menyebabkan petani kakao mulai beralih komoditi dan sebagian menebang kakao diganti dengan tanaman jagung dan kelapa sawit. Sebagian besar petani kakao, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, secara bertahap mulai beralih menjadi buruh bangunan, pengumpul rotan demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Fakta ini semakin memperburuk pengelolaan kebun kakao, karena tingkat kepedulian masyarakat petani semakin rendah.
Penyebab rendahnya produktivitas kakao rakyat tidak hanya disebabkan oleh akibat serangan hama dan penyakit, tetapi berdasarkan pengalaman dan pengamatan serta evaluasi secara berkelanjutan, kami menyimpulkan bahwa penyebab lain yaitu ketidakmampuan petani dalam menangani serangan tersebut diakibatkan oleh keterbatasan pengetahuan, teknologi, waktu dan tenaga kerja yang dimiliki. Dari hasil pendampingan yang kami lakukan, minimnya pengetahuan petani akibat proses transformasi ilmu dari yang punya wewenang dan tanggung jawab untuk mencerdaskan petani setempat tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Penyebabnya karena ketidakmampuan dari pelakunya sendiri, bisa juga karena faktor biaya dan transportasi. Program pendampingan yang kami lakukan, harapannya bisa bersinergi dan dilanjutkan dengan beberapa program pemerintah melalui instansi terkait, untuk mendongkrak peningkatan produktivitas kakao. Kehadiran kami sebagai profesional pendidik masyarakat kita jadikan momentum, cikal bakal sebagai kebangkitan ekonomi masyarakat melalui perbaikan dan penanganan kebun kakao secara berkelanjutan. Suasana dan sambutan hangat sangat terasa sekali dari masyarakat petani kakao, setiap kali berkunjung untuk melakukan kegiatan pengabdian. Sangat nampak harapan itu berada dipundak kami, dan keramatamahan itupun tertuju kepada kami. Melalui tulisan ini, kami mengungkapkan bahwa Program Kemitraan bagi Masyarakat dan KKN-PPM, melalui pelayanan jasa, pengetahuan yang kami miliki, sangat berharap ada tindaklanjut dari informasi yang kami sampaikan, hasil kebun kakao akan menjadi meningkat dengan memprioritaskan penanganan secara berkelanjutan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (PBK dan Busuk Buah). Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah melalui instansi terkait, telah berupaya menggenjot produktivitas kakao melalui program rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao. Melalui program ini, diharapkan dapat menyasar seluruh petani kakao, faktanya tidak demikian. Kendala yang dihadapi oleh petani tidak tertangani dengan baik. Masyarakat frustasi akibat serangan OPT; Kurangnya perhatian masyarakat petani dalam memelihara kebun kakao; Masyarakat petani kakao beralih komoditi sebagai sumber pendapatan; Tanaman kakao tidak terpelihara; Tingkat pengetahuan petani dalam menangani serangan OPT sangat terbatas; Kurangnya informasi; Tidak berjalannya arus informasi dari penyuluh ke petani. Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat