PKM di Desa Salubomba, Kembangkan Tenun Kain Donggala Menggunakan Pewarna Alami
Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, mengembangkan beberapa program pengabdian, salah satunya adalah program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM).
Pada tahun 2024, sejumlah akademisi Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu mendapat program PKM Pengembangan Usaha kerajianan Tenun Kain Donggala melalui Diversifikasi Pewarnaan dari Kulit Buah untuk Peningkatan Pendapatan di Desa Salubomba Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala.
Adapun tim pelaksana kegiatan PKM yakni Dr. Ir. Sitti Sabariyah sebagai Ketua, dan anggotanya yakni Dr. Marjun, SE, MM dan, Spetriani, S.TP,M.Sc.
Program tersebut dimulai sejak dilaksanakannyanya sosialisai, namum pembukaan kegiatan baru dilaksanakan pada 6 Agustus 2024. Program tersebut dibuka oleh Sekretaris Desa (Sekdes) Salubomba. Dalam sambutannya, Sekdes mengharapkan kepada kelompok tenun Subi agar mengikuti dengan baik, sehingga dapat memberi manfaat bagi kelompok.
Kelompok Tenun Subi memiliki banyak anggota yang tidak dapat melakukan aktivitas sebagai penenun, disebabkan karena faktor modal. Olehnya, kelompok tersebut sangat beruntung mendapatkan dukungan melalui Program PKM, karena akan memberi bantuan benang 3 kali penenunan.
“Berarti setiap anggota kelompok akan mendapat 3 buah sarung, yang bila dijual nilainya bisa mencapai Rp3.600.000, dengan rincian 1 buah sarung harganya Rp1.200.000,” kata Sekdes.
Ia berharap hasil penjualan dapat disimpan untuk modal, sehingga usaha tersebut dapat berkelanjutan.
Sementara Ketua Pelaksana, Dr. Ir. Sitti Sabariyah mengatakan bahwa kegiatan tenun kain Donggala di daerah tersebut, berlangsung sejak lama dengan menggunakan metode pewarnaan tekstil dengan warna terang, namun cepat pudar.
Olehnya itu, menurutnya, PKM akan mendorong pengembangan melalui pewarnaan alami dari daun-daunan, kulit buah dan kulit tanaman.
“Dengan menggunakan pewarna alami, akan terjadi peningkatan pendapatan karena tidak membeli lagi pewarna testil,” kata Sabariyah.
Salah seorang narasumber dari Dinas Perindustrian Kabupaten Donggala, Slamet mengatakan dalam pelatihan kain tenun tersebut, penggunaan pewarna alami lebih disukai oleh turis mancanegara. Sementara kain tenun yang menggunakan pewarna tekstil kurang disukai karena kurang baik untuk kesehatan.
Pada pelatihan itu, kelompok tenun didorong melakukan pewarnaan menggunakan pewarna dari sabut kelapa, daun jambu dan akar bakau. Dari tiga pewarna alami tersebut dilatihkan menghasikan warna yaitu daun jambu pengunci kapur siri menghasilkan warna krem, daun jambu pengunci tawar menghasikan warna hijau melon, daun jambu pengunci tanjung menghasikan warna abu-abu.
Sementara dari sabut kelapa, masing-masing kulit sabut kelapa pengunci kapur siri menghasikan warna pimdastik, kulit sabut kelapa pengunci tawar menghasikan warna salem, dan kulit sabut kelapa pengunci tanjung menghasikan warna abu-abu muda/selver.
Selanjutnya dari akar bakau pengunci kapur siri menghasikan warna salem tua, akar bakau pengunci tawar menghasikan warna abu-abu muda, dan akar bakau pengunci tanjung menghasikan warna abu-abu tua.
Anggota tim pelaksana lainnya, Drs. Muhammad Jufri menyatakan bahwa kegiatan PKM juga akan memberi teknologi dalam penggulungan benang, yang selama ini menggunakan penggulung secara manual diputar oleh tangan, menjadi penggulungan benang menggunakan mesin, sehingga penggulungan lebih cepat.
“Hal ini akan memengaruhi proses pembuatan tenun kain donggala, akan lebih cepat, karena menggunakan mesin penggulung,” kata Jufri.
Ia menambahkan, pewarnaan yang selama ini tidak pernah sama setiap produksi kain donggala, karena untuk mengukur takaran kapur siri hanya menggunakan bukan timbangan, akibatnya warna berbeda setiap produksi.
“Melalui program PKM ini memberikan bantuan timbangan, agar setiap produksi warnanya sama persis,” tandas Jufri. */IEA