DIBALIK KEGERSANGAN, MENUAI SEJUTA NIKMAT
Penulis : Dr. Arfan Ganti, SP., M.Sc
Sangat menarik ketika kita mengikuti Debat Capres-Cawapres 2014-2019 bagian ketiga pada tanggal 08 Juli 2014 yang mengangkat tema tentang ketahanan pangan, kehutanan dan lingkungan. Dalam debat kedua Capres-Cawapres mengungkapkan bahwa akan merencanakan program peningkatan swasembada daging melalui peningkatan jumlah ternak yang ada dalam negeri dengan metode pemeliharaan ternak system satu kandang, sehingga kotoran ternak dapat termanfaatkan baik sebagai sumber energi ataupun bahan organik. Apa yang disampaikan kedua Capres-Cawapres No. 1 dan 2 metode ini telah dilakukan oleh masyarakat vatutela khususnya Gapoktan Belo Singgani sejak lama secara turun temurun.
Secara demografi, Gapoktan Belo Singgani terletak di Vatutela sebelah utara dari pusat Kota Palu dekat pegunungan dengan karakteristik daerah sangat tandus, gersang dan berbukit, berbatu dan sangat tidak memadai untuk melakukan kegiatan budidaya pertanian. Salah satu factor yang menjadi pembatas utama adalah keterbatasan ketersediaan air. Anehnya meskipun gersang tapi menjadi penyuplai utama air minum untuk daerah perumahan dosen, bumi roviga dan beberapa kompleks perumahan yang ada di Kelurahan Tondo sementara masyarakat vatutela tidak dapat memanfaatkan secara maksimal dalam melaksanakan kegiatan budidaya pertanian utamanya Bawang Merah Lokal Palu.
Mata pencaharian masyarakat setempat, ada yang sebagai petani, peternak, buruh bangunan dan sebagai penambang. Potensi local yang dapat dikembangkan sebagai langkah dalam menambah pendapatan keluarga dalam mendukung ekonomi keluarga khususnya masyarakat setempat yaitu ternak sapi dan kambing. Sejak tahun 2010, melalui pemerintah Kota Palu mengangkat beberapa tenaga penyuluh khususnya wilayah Administratif Tondo. Suatu terobosan kreatif yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengangkat sosok yang tepat untuk mendampingi masyarakat setempat. Suatu hal yang mustahil seorang diri bisa merubah pola pikir masyarakat tanpa adanya kerjasama dengan pihak kampus. Berkat kecerdasan dan kemauan yang dimilikinya, mengajak teman-teman fakultas pertanian unisa untuk bekerjasama membawa perubahan dalam tatanan masyarakat. Melalui tulisan ini, saya mengajak pada berbagai stakeholder, untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki kampus, sebagai gudang ilmu, Ilmu yang bermanfaat ketika ilmu mulai diterapkan di masyarakat sebagai mana yang dilakukan oleh ibu Juhana, SP.,M.Si. Melalui program bina desa pada tahun 2013 menjadikan vatutela sebagai salah satu wilayah binaan Universitas Alkhairaat Palu dalam menggelar berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemilihan Vatutela sebagai salah satu lokasi program Posdaya yang arah pengembangan kedepan sebagai salah satu daerah percontohan wilayah binaan Universitas Alkhairaat sebagai Kawasan Ekonomi Masyarakat. Vatutela memiliki potensi sumber daya local yang belum termanfaatkan, dengan alasan tingkat inovasi dan pendidikan masyarakat yang rendah. Melalui kegiatan pemberdayaan diharapkan kehadiran sumberdaya manusia yang dimiliki Universitas Alkhairaat berdampak positif terhadap perkembangan vatutela baik dari segi pendapatan masyarakat ataupun tingkat pendidikan baik secara formal dan informal. Tapi sungguh sangat ironis, apa yang dilakukan baik melalui program posdaya, nampaknya masih sangat jauh dari harapan ketika pihak-pihak terkait tidak merapatkan diri untuk mendorong suatu program secara bersama. Musrenbang sebagai harapan untuk menyusun berbagai program berdasarkan kebutuhan, tapi nampaknya masih sangat tradisional, program yang diajukan merupakan program sejak dahulu kala dengan sekedar mengganti halaman sampul tanpa adanya perbaikan masukan inovasi dari pengembangan program sebelumnya.